Senin, 29 Februari 2016

Persalinan Dengan Penyulit Kala III Dan IV


a. Atonia Uteri
Uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan Penyebab
1) Partus lama
2) Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada kehamilan kembar, hidramnion atau janin besar
3) Multiparitas
4) Anastesi yang dalam
5) Anastesi lumbal
Penatalaksanaan

1) Bersihkan semua gumpalan darah atau membran yang mungkin berada di dalam mulut uterus atau di dalam uterus
2) Segera mlai melakukan kompresi bimanual interna.
3) Jika uterus sudam mulai berkontraksi secara perlahan di tarik tangan penolong. Jika uterus sudah berkontraksi, lanjutkan memantau ibu secara ketat
4) Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, minta anggota keluarga melakukan bimanual interna sementara penolong memeberikan metergin 0,2 mg IM dan mulai memberikan IV (RL dengan 20 UI oksitosin/500 cc dengan tetesan cepat).
5) Jika uterus masih juga belum berkontraksi mulai lagi kompresi bimanual interna setelah anda memberikan injeksi metergin dan sudah mulai IV
6) Jika uterus masih juga belum berkontraksi dalam 5-7 menit, bersiaplah untuk melakukan rujukan dengan IV terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat r ujukan atau sebanyak 1,5 L seluruhnya  diinfuskan kemudian teruskan dengan laju infus 125 cc/jam.

b. Retensio Plasenta
Plasenta atau bagian-bagianya dapat tetap berada di dalam uterus  setelah bayi lahir.
Penyebab
1) Plasenta belum lepas dari didnding uterus
2) Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III)
3) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
4) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus desidua sampai miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)
Penatalaksanaan
1) Jika plasenta terliahat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengejan. Jika anda dapat merasakan adanya plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
2) Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan katerisasi kandung kemih
3) Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM, jika belum dilakuak dalam penanganan aktif kala III
4) Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali
5) Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalan  Untuk mengeluarkan plasenta secara manual. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudam menunjukan koagulapati
6) Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan antibiotik untuk metritis.
c. Emboli Air Ketuban
Emboli air ketuban menimbulkan syok yang sangat mendadak dan biasanya berakhir dengan kematian. Dengan mendadak penderita menjadi gelisah, sesak nafas, kejang-kejang dan meninggal kemudian. Emboli air ketuban terjadi pada his yang kuat dengan ketuban yang biasanya sudah pecah. Karena his kuat, air ketuban dengan mekonium, rambut lanuago dan vernik kaseosa masuk kedalam sinus-sinus dalam dinding uterus dan dibawa ke paru-paru. Pada syok karena emboli air ketuban sering ditemukan gangguan dalam pembekuan darah.

d. Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan peyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh, robekan servik atau vagina. Periksalah dengan seksama dan perbaiki robekan pada servik, vagina dan perineum, lakukan uji pembekuan darah sederhana bila perdarahan terus berlangsung. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukan adanya koagulapati.
  Penatalaksanaan
a. Perbaikan robekan servik
1) Tindakan a dan antiseptik pada vagina dan servik
2) Berikan dukungan emosional dan penjelasan
3) Pada umumnya tidak diperlukan anastesi. Jika robekan luas atau jauh sampai ke atas, berikan petidin dan diazepam IV pelan-pelan, atau ketamin.
4) Asisten menahan fundus
5) Bibir servik di jepit dengan klem ovum, pindahkan bergantian searah jarum jamsehingga semua bagian servik dapat diperiksa. Pada bagian yang terdapat robekan, tinggalkan 2 klem diantara robekan.
6) Jahit robekan servik dengan cut gut kromik 0 secara jelujur, mulai dari apeks
7) Jika sulit dicapai dan diikat, apek dapat dicoba di jepit dengan klem ovum atau klem arteri dan dipertahankan 4 jam
8) Jika robekan meluas sampai melewati puncak vagina lakukan laparotomy
b. Perbaikan robekan vagina dan perineum
         Ada 4 tingkat robekan yang dapat terjadi pada persalinan:
1) Robekan tingkat I yang mengenaimukosa vagina dan jaringan ikat
2) Robekan tingkat II mengenai lat-alat di bawahnya
3) Robekan tingkat III mengenai m. sfingter ani
4) Robekan tingkat IV mengenai mukosa rektum
Umumnya robekan ingkat I dapat sembuh sendiri, tidak perlu dijahit.

e. Inversio Uteri
Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Tingkatan inversio uteri menurut perkembangan inversio uteri:
      a. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut
b. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina
c. Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina
     Penanganan
a. Kaji ulang indikasi
b. Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infus
c. Berikan petidin dan diazepam IV dalam semprit berbeda secara perlahan-lahan, atau anestesia umumjika diperlukan
d. Basuh uterus dengan larutan antiseptik dan tutup dengan kain basah (dengan NaCl hangat) menjelang operasi

Pencegahan inversi sebelum tindakan
Koreksi Manual
a. Pasang sarung tangan DTT
b. Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukan kembali melalui servik. Gunakan tangan lain untuk memebantu menahan uterus dari dinding abdomen. Jika plasenta masih belum terlepas, lakkan plasenta manual setelah tindakan koreksi
c. Jika koreksi manual tidak berhasil, lakukan koreksi hidrostatik
Koreksi Hidrostatik
a. Pasien dalam posisi trendelenburg-dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari perineum
b. Siapkan sistem bilas yang sudah disinfeksi, berupa selang 2 m berujung peneyemprot berlubang lebar. Selang di sambung dengan tabung berisis air hangat 3-5 l (atau NaCl atau infus lain) dan pasang setinggi 2 m
c. Identifikasi fornik posterior
d. Pasang ujung selang douche pada fornik posterior sampai menutup labia sekitar selang denan tangan
e. Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi semula.
Perawatan pasca tindakan
a. Jika inversi sudah diperbaiki, berikan infus oksitosin 20 unit  dalam 500 ml IV (NaCl 0,9%/RL) 10 tetes/menit
b. Berikan antibiotik profilaksis dosis tunggal
c. Lakukan perawatan pasca bedah jika diberikan koreksi kombinasi abdominal vagina
d. Jika ada tanda infeksi berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam selama 48 jam
e. Berikan analgesik jika perlu.
f. Perdarahan Kala IV
Perdarahan yang normal setelah kelahiran mungkin hanya akan sebanyak satu pembalut wanita perjam selama enam jam pertama atau seperti darah haid yang banyak. Jika perdarahan lebih banyak dari ini, maka ibu tersebut hendaknya diperiksa lebih sering dan penyebab-penyebab dari perdarahan berat seharusnya diselidiki. Apakah ada laserasi pada vagina atau servik? Apakah uterus berkontraksi dengan baik? Apakah kandung kencingnya kosong?

g. Syok Obstetrik
Syok pada waktu kehamilan mengakibatkan syok pula pada janin yang berada dalam kandungan. Peristiwa-peristiwa yang dalam praktek kebidanan dapat menimbulkan syok adalah:
a. perdarahan
b. infeksi berat
c. solusio plasenta
d. perlukaan dalam persalinan
e. inversio uteri
f. emboli air ketuban
g. wanita hamil lanjut menunjukkan hipotensi sewaktu tidur telentang, peristiwa yang dinamakan supine hypotensive syndrome.
Penanganan Syok
Pemberian cairan intravena melalui infus pada waktu persalinan sebagai tindakan pencegahan untuk menghindari hipovolumia besar manfaatnya, terutama pada penderita yang menunjukkan predisposisi terhadap syok. Pertolongan pada penderita syok: pertama-tama kelancaran ventilasi harus dijamin untuk ini perlu ditentukan apakah jalan nafas bebas, jika tidak hal itu perlu diusahakan dengan segera, kemudian karena syok selalu ada pengurangan volume darah dalam sirkulasi umum, diberi cairan melalui infus intra vena. Setelah tindakan diatas diusahakan silekasnya menanggulangi peristiwa yang menjadi penyebab syok dengan tindakan yang bersifat medis maupun pembedahan. Pada syok yang tidak jelas penyebabnya sebaiknya dilakukan pemeriksaan vaginal. Selama perawatan perlu terus menerus diadakan pengawasan keadaan penderita. Secara berkala diadakan pengukuran nadi, tekanan darah, suhu, pernafasan, diorisis, dan bila perlu tekanan vena pusat (CVP), dan pemeriksaan laboratorium. Hasil penilaian pengukuran-pengukuran ini menentukan tindakan selanjutnya


Sumber Pustaka :
Dewi, Vivian Nanny Lia dan Tri Sunarsih.2012. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika
Mochtar, Rustam.1998. Sinopsis Obstetri. jilid 1 edisi 2. Jakarta. EGC
Noviyana, Alfi. 2010. Prinsip Deteksi Dini Ibu Dengan Kelainan, Komplikasi, Penyakit Dalam Kehamilan, Persalinan Dan Masa Nifas. Purwokerto (http://digilib.ump.ac.id/download.php?id=18 diakses pada tanggal 8 April 2015 )
Sari, Eka Puspita dan Kurnia Dwi Rimandini.2014. Asuhan Kebidanan Masa NIfas ( Postnatal Care ).Jakarta. TIM
Sukarni, Icesmi dan Margareth. 2013. Kehamilan, Persalinan, dan Nifas. Yogyakarta. Nuha Medika
Sulistyawati, Ari.2009.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Andi
Wiknjosastro, dkk,2009, Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina pustaka sarwono prawirohardjo
Wiknjosastro, dkk,2011, Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina pustaka sarwono prawirohardjo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar