Rabu, 24 Februari 2016

PERDARAHAN POST PARTUM

A.  Perdarahan Post Partum
Perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai 500 ml tanpa menyebabkan gangguan homeostatis. Secara konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml  dapat dikategorikan sebagai perdarahan pasca persalinan dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml harus segera ditangani secara serius.


B.  Tahapan Perdarahan Post Partum
Perdarahan post partum yang terjadi pada ibu setelah bayi lahir memiliki dua tahapan, yaitu sebagai berikut :
1.    Perdarahan post partum primer
Perdarahan post partum primer merupakan perdarahan yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir.
2.    Perdarahan post partum sekunder
Perdarahan post partum sekunder merupakan perdarahan yang terjadi setelah 24 jam bayi lahir.
3 Hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan Post Partum :
1.    Menghentikan perdarahan
2.    Mencegah timbulnya syok
3.    Mengganti darah yang hilang
  
C.  Hal-Hal Yang Menyebabkan Terjadinya Perdarah Post Partum
1.    Atonia Uteri
a.    Definisi
Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus dalam berkontraksi dengan baik setelah persalinan,sedangkan atonia uteri juga didefiniskan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir. Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia uteri.sebagaimana yang diketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan  adalah 500-800 ml/menit, sehingga kita bisa bayangkan ketika uterus tidak berkontraksi selama beberapa menit saja maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter.
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontaksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/ menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka myometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi.

b.    Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan factor predisposisi ( penunjang )seperti :
1)   Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
2)   Multipara dengan jarak kelahiran pendek
3)   Partus lama
4)   Malnutrisi
5)   Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta.

c.    Tanda dan Gejala
1)   Perdarahan Pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak lagi sebagai anti pembeku darah.
2)   Konsistensi Rahim Lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting / khas atonia uteri dan yang membedakan atonia uteri dengan penyebab perdarahan lainnya.
3)   Fundus Uteri Naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal.
4)   Terdapat Tanda-Tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.

d.    Penatalaksanaan
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil  (masase) fundus uteri. Jika terjadi atonia uteri tersebut maka perlu dilakukan tindakan segera karna dapat menyebabkan perdarahan post partum. Langkah – langkah dalam penanganan atonia uteri adalah sebagai berikut :
No
Langkah – Langkah
Alasan
1
Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik )
Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan masase sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus.

2
Bersihkan bekuan darah / selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks
Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalangi uterus berkontraksi secara baik.

3
Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi menggunakan teknik aseptik
Kandung kemih yang penuh akan menghalangi uterus berkontraksi secara baik
4
Lakukan kompresi bimanual internaselama 5 menit
Kompresi bimanual interna memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga merangsang myometrium untuk berkontraksi . jika kompresi bimanual interna tidak berhasil setelah 5 menit diperlukan tindakan lain.
5
Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual eksternal
Keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksernal selama penolong melakukan langkah-langkah selanjutnya.
6
Keluarkan tangan perlahan-lahan

7
Berikan ergometrin 0,2 mg IM ( kontraindikasi hipertensi) atau misoprostol 600-1000 mcg.
Ergometrin dan misoprostol akan bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan uterus berkontraksi.
8
Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin.
Jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat atau untuk tranfusi darah. Ringer Laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan. Oksitosin IV dengan cepat merangsang kontraksi uterus.
9
Ulang kompresi bimanual internal
KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin atau misoprostol akan membuat uterus berkontraksi.
10
Rujuk segera
Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, hal ini bukan atonia sederhana.
Ibu membutuhkan  perawatan gawat darurat difasilitas yang mampu melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah.
11
Dampingi ibu ketempat rujukan. Teruskan melakukan KBI
Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan merangsang myometrium untuk berkontraksi.

12
Lanjutkan infus RL + 20 unit oksitosin dalam 500 cc larutan dengan laju 500 / jam hingga tiba ditempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 liter infus. Kemudian berikan 125 cc / jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500 cc kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minuman untuk rehidrasi
Infus RL akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi uterus.
Sumber : JNPK-KR, 2012

2.    Retensio Plasenta
a.    Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Menurut perlekatannya retensio plasenta terbagi atas beberapa bagian, antara lain sebagai berikut:
1)   Plasenta adhesive
Implantasi yang kuat dari jojot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2)   Plasenta akreta
Implantasi jojot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan myometrium.
3)   Plasenta inkreta
Implantasi jojot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki miometrium
4)   Plasenta perkreta
Implantasi jojot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5)   Plasenta inkarserata
Tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh kontriksi ostium uteri.

b.    Etiologi  
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1)   Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2)   Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3)    Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4)   Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan interabdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat

c.    Factor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta
1)   Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2)   Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3)   Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

d.    Penanganan Retensio Plasenta
Penanganan retensio plasenta dapat dilakukan dengan manual plasenta. Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implementasinya, pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual. Arti dari manual adalah dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung ke dalam kavum uteri. Langkah – langkah penanganan retensio plasenta adalah sebagai berikut :
1)      Melaksanakan penatalaksanaan aktif persalinan kala III pada semua ibu yang melahirkan pervaginam.
2)      Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta.
3)      Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi penatalaksanaan aktif persalinan kala III dengan memberikan oksitoksin 10 IU IM dan teruskan penegangan tali puasat terkendali dengan hati – hati. Teruskan melakukan penatalaksaan aktif persalinan kala III 15 menit atau lebih, dan jika placenta masih belum lahir, lakukan penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya. Jika plasenta masih tetap belum lahir dan ibu tidak mengalami perdarahan hebat rujuk segera ke rumah sakit atau ke puskesmas terdekat.
4)      Bila terjadi perdarahan maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual. Bila tidak berhasil rujuk segera.
5)      Berikan cairan IV : NaCl 0,9 % atau RL dengan tetesan cepat jarum berlubang besar untuk mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan tekanan darah membaik atau kembali normal.
6)      Siapkan peralatan untuk melakukan teknik manual, yang harus dilakukan secara septik.
7)      Baringkan ibu telentang dengan posisi lutut ditekuk dan ke dua kaki di tempat tidur.
8)      Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan diazepam 10 mg IM.
9)      Cuci tangan sampai ke bagian siku dengan sabun, air bersih yang mengalir dan handuk bersih, gunakan sarung tangan bersih / DTT.
10)  Masukkan tangan kanan dengan hati – hati. Jaga agar jari – jari tetap rapat dan melengkung mengikuti tali pusat sampai mencapai placenta.
11)  Ketika tangan kanan sudah mencapai plasenta, letakkan tangan kiri diatas fundus agar uterus tidak naik. Dengan tangan kanan yang berada di dalam uterus carilah tepi plasenta yang terlepas, telapak tangan kanan menghadap ke atas lalu lakukan gerakan mengikis kesamping untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus.
12)  Bila plasenta sudah terlepas dengan lengkap, keluarkan plasenta dengan hati – hati dan perlahan.
13)  Bila plasenta sudah lahir, segera melakukan masase uterus bila tidak ada kontraksi.
14)  Periksa plasenta dan selaputnya. Jika tak lengkap, periksa lagi cavum uteri dan keluarkan potongan plasenta yang tertinggal.
15)  Periksa robekan terhadap vagina jahit robekan bila perlu.
16)  Bersihkan ibu bila merasa nyaman.
17)  Jika tidak yakin placenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak terkendali, maka rujuk ibu kerumah sakit dengan segera.
18)  Buat pencatatan yang akurat


3.    Robekan jalan lahir
a.    Jenis robekan jalan lahir
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan lahin terdiri dari :
1)   Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.
 Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk perinium. Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm. Jaringan yang terutama menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital.
Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.  
Serabut otot berinsersi di sekitar vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna.
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perinium, sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna.
Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana muka janin menghadap. Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
a)    Tingkat I 
Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perinium
b)   Tingkat II  
Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
c)    Tingkat III  
Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
d)   Tingkat IV   
Robekan sampai mukosa rectum

2)   Robekan Serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depan dan bibir belakang servik dijepit dengan klem fenster kemudian serviks ditariksedidikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung untuk menghentikan perdarahan

3)   Rupture Uteri
Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen. Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya rupture uteri.
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.  
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.  
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.
b.    Etiologi
Robekan perineum
Robekan serviks
Rupture uteri
Umumnya terjadi pada persalinan :
·      Kepala janin terlalu cepat lahir
·      Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
·      Jaringan parut pada perinium
·      Distosia bahu

·      Partus presipitatus
·      Trauma karena pemakaian alat-alat operasi
·      Melahirkan kepala pada letak sungsang secara paksa, pembukaan belum      lengkap Partus lama

·   Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
·   Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama
·   Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ).
·   Panggul sempit
·   Letak lintang
·   Hydrosephalus
·   Tumor yang menghalangi jalan lahir
·   Presentasi dahi atau muka

c.    Patofisiologi
1)   Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginial.

2)   Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan per vaginam. Robekan serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

3)    Ruptur Uteri
a)    Ruptur uteri spontan
Terjadi spontan dan sebagian besar pada persalinan. Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan.
b)   Ruptur uteri trumatik
Terjadi pada persalinan, timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstragksi farsep, ekstraksi vakum, dll.
c)    Rupture uteri pada bekas luka uterus
Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.

d.    Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan pada robekan jalan lahir, yaitu dengan tindakan penjahitan sebagai brikut :
1)   Penjahitan robekan serviks
2)   Penjahitan robekan vagina dan perineum
3)   Penjahitan robekan derajat I dan II
4)   Penjahitan robekan perineum derajat III dan IV
5)   Perbaikan rupture uteri.



DAFTAR  PUSTAKA

Dewi, Vivian Nanny Lia dan Tri Sunarsih.2012. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika
JNPK-KR.2008.Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu Dini
Mochtar, Rustam.1998. Sinopsis Obstetri. jilid 1 edisi 2. Jakarta. EGC
Noviyana, Alfi. 2010. Prinsip Deteksi Dini Ibu Dengan Kelainan, Komplikasi, Penyakit Dalam Kehamilan, Persalinan Dan Masa Nifas. Purwokerto (http://digilib.ump.ac.id/download.php?id=18 diakses pada tanggal 8 April 2015 )
Sari, Eka Puspita dan Kurnia Dwi Rimandini.2014. Asuhan Kebidanan Masa NIfas ( Postnatal Care ).Jakarta. TIM
Sukarni, Icesmi dan Margareth. 2013. Kehamilan, Persalinan, dan Nifas. Yogyakarta. Nuha Medika
Sulistyawati, Ari.2009.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Andi
Wiknjosastro, dkk,2009, Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina pustaka sarwono prawirohardjo

Wiknjosastro, dkk,2011, Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina pustaka sarwono prawirohardjo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar