Senin, 22 Februari 2016

Evaluasi Kurikulum

A.  Pengertian Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum merupakan salah satu komponen yang perlu dikuasai oleh guru sebagai pelaksana kurikulum.
Seorang guru harus memahami betul mengapa suatu kurikulum harus dievaluasi dan apa yang menjadi tujuan dari evaluasi tersebut. Karena  Evaluasi Kurikulum merupakan serangkaian kegiatan terencana, sistematis, dan sistemik dalam mengumpulkan dan mengolah informasi, memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menyempurnakan kurikulum

Evaluasi kurikulum merupakan usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu (Marsan, 2004).

B.  Tujuan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Tujuan diadakannya evaluasi didalam proses pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut :
1.    Perbaikan Program
Dalam tujuan perbaikan program ini, peranan evaluasi lebih bersifat konstruktif, karena informasi hasil evaluasi dijadikan input bagi perbaikan yang diperlukan di dalam program kurikulum yang sedang dikembangkan. Disini evaluasi lebih merupakan kebutuhan yang datang dari dalam system itu sendiri karena evaluasi itu dipandang sebagai faktor yang memungkinkan dicapainya hasil pengembangan yang optimal dari system yang bersangkutan.
2.    Pertanggungjawaban Kepada Berbagai Pihak
Selama dan terutama pada akhir fase pengembangan kurikulum, perlu adanya semacam pertanggungjawaban dari pihak pengembangan kurikulum kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang dimaksud mencakup baik pihak yang mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum tersebut maupun pihak yang akan menjadi konsumen dari kurikulum yang telah dikembangkan. Dengan kata lain, pihak – pihak tersebut mencakup pemerintahan, masyarakat, orang tua, petugas-petugas pendidikan, dan pihak – pihak lainnya yang ikut mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum yang bersangkutan. Bagi pihak pengembangan kurikulum, tujuan yang kedua ini merupakan suatu keharusan dari luar. Sekalipun demikian hal ini tidak bisa kita hindari karena persoalan ini mencakup pertanggungjawaban social, ekonomi dan moral, yang sudah merupakan suatu konsekuensi logis dalam kegiatan pembaharuan pendidikan. Dalam mempertanggungjawabkan hasil yang telah dicapainya, pihak pengembang kurikulum perlu mengemukakan kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang sedang dikembangkan serta usaha lebih lanjut yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan – kelemahan, jika ada yang masih terdapat. Untuk menghasilkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan tersebut maka dibutuhkan kegiatan evaluasi.

3.    Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembangan.
Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban atas dua kemungkinan pertanyaan. Pertama, apakah kurikulum baru tersebut akan atau tidak disebar luaskan kedalam system yang ada? Kedua, dalam kondisi yang bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula kurikulum baru tersebut akan disebarluaskan kedalam system yang sudah ada ?. Ditinjau dari proses pengembangan kurikulum yang sudah berjalan, pertanyaan pertama dipandang tidak tepat untuk diajukan pada akhir fase pengembangan. Pertanyaan tersebut hanya mempunyai dua kemungkinan jawaban ya atau tidak. Secara teoritis dapat saja terjadi bahwa jawaban yang diberikan itu adalah  tidak. Bila hal ini terjadi, kita akan dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan, biaya , tenaga, dan waktu yang telah dikerahkan selama ini ternyata terbuang percuma. Peserta didik yang telah menggunakan kurikulum baru tersebut selama fase pengembangan telah terlanjur dirugikan, sekolah-sekolah dimana proses pengembangan itu berlangsung harus kembali menyesuaikan diri lagikepada cara lama dan lambat laun akan timbul sikap skeptis dikalangan orang tua dan masyarakat terhadap pembaharuan pendidikan dalam bentuk apapun. Pertanyaan kedua dipandang lebih tepat untuk diajukan pada akhir fase pengembangan kurikulum. Pertanyaan tersebut mengimplikasikan sekurang-kurangnya tiga anak  pertanyaan. Aspek – aspek mana dari kurikulum tersebut yang masih perlu diperbaiki ataupun disesuaikan, strategi penyebaran yang bagaimana yang sebaiknya ditempuh , dan persyaratan-persyaratan apa yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu didalam system yang ada. Pertanyaan – pertanyaan ini dirasakan lebih bersifat konstruktif dan lebih dapat diterima ditinjau dari segi social, ekonomi, moral dan maupun teknis. Dengan mengevaluasi, semua informasi yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dapat ditemukan.

C.  Beberapa Model Evaluasi Kurikulum
Secara garis besar, berbagai model evaluasi yang telah dikembangkan selama ini digolongkan kedalam empat model, yaitu sebagai berikut :
1.    Measurement
Evaluasi pada dasarnya adalah pengukuran perilaku siswa untuk mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok. Hasil evaluasi digunakan terutama untuk keperluan seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan perbandingan efektifitas antara dua atau lebih program / metode pendidikan. Obyek evaluasi dititik beratkan pada hasil belajar terutama dalam aspek kognitif dan khususnya yang dapat diukur dengan alat evaluasi yang obyektif dan dapat dibakukan. Jenis data yang dikumpulkan dalam evaluasi adalah data obyektif khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan / cara – cara berikut ini :
a.    Menempatkan kedudukan setiap siswa dalam kelompoknya melalui pengembangan norma kelompok dalam evaluasi hasil belajar.
b.    Membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang menggunakan program / metode pengajaran yang berbeda – beda, melalui analisis secara kuantitatif.
c.    Teknik evaluasi yang digunakan terutama tes yang disusun dalam bentuk obyektif, yang terus dikembangkan untuk menghasilkan alat evaluasi yang reliable dan valid.

2.    Congruence
Evaluasi pada dasarnya merupakan pemeriksaan kesesuaian atau congruence antara tujuan pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk melihat sejauh mana perubahan hasil pendidikan telah terjadi. Hasil evaluasi diperlukan dalam rangka penyempurnaan program, bimbingan pendidikan dan pemberian informasi kepada pihak – pihak diluar pendidikan. Obyek evaluasi dititik beratkan  pada hasil belajar dalam bentuk kognitif, psikomotorik maupun nilai dan sikap. Jenis data yang dikumpulkan adalah data obyektif khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan / cara – cara berikut :
a.    Menggunakan prosedur Pre and post-assessment dengan menempuh langkah – langkah pokok seperti penegasan tujuan, pengembangan alat evaluasi dan penggunaan hasil evaluasi.
b.    Analisis hasil evaluasi dilakukan secara bagian demi bagian.
c.    Teknik evaluasi mencakup tes dan teknik – teknik evaluasi lainnya yang cocok untuk menilai berbagai jenis perilaku yang terkandung dalam tujuan.
d.   Kurang menyetujui diadakannya evaluasi perbandingan antara dua atau lebih program.
3.    Illumination
Evaluasi pada dasarnya merupakan studi mengenai : pelaksanaan program, pengaruh faktor lingkungan, kebaikan-kebaikan dan kelemahan program serta pengaruh program terhadap perkembangan hasil belajar. Evaluasi lebih didasarkan pada judgment ( pertimbangan ) yang hasilnya diperlukan untuk penyempurnaan program. Obyek evaluasi mencakup latar belakang dan perkembangan program, proses pelaksanaan, hasil belajar dan kesulitan – kesulitan yang dialami. Jenis data yang dikumpulkan pada umumnya data subyektif ( judgment data ) dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan / cara – cara berikut :
a.    Menggunakan prosedur yang disebut Progressive focusing dengan langkah – langkah pokoknya yaitu orientasi, pengamatan yang lebih terarah, analisis sebab-akibat.
b.    Bersifat kualitatif-terbuka, dan fleksibel-elektif.
c.    Teknik evaluasi mencakup observasi, wawancara, angket, analisis dokumen dan bila perlu mencakup pula tes.

4.    Educational System Evaluation
Evaluasi pada dasarnya adalah perbandingan antara performance setiap dimensi program dan kritera, yang akan berakhir dengan suatu deskripsi dan judgment. Hasil evaluasi diperlukan untuk penyempurnaan program dan penyimpulan hasil program secara keseluruhan. Obyek evaluasi mencakup input ( bahan, rencana, peralatan ) proses dan hasil yang dicapai dalam arti yang lebih luas. Jenis data yang dikumpulkan meliputi baik data obyektif maupun data subyektif ( judgment data ) dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan / cara – cara seperti berikut :
a.    Membandingkan performance setiap dimensi program dengan criteria internal.
b.    Membandingkan performance program dengan menggunakan criteria eksternal yaitu performance  program yang lain.
c.    Teknik evaluasi mencakup tes, observasi, wawancara, angket dan analisis dokumen.

D.  Tinjauan Masing-Masing Model Kurikulum
Makna dari setiap model evaluasi kurikulum secara lebih rinci dapat diketahui dari tinjauan masing-masing model, seperti berikut :
1.    Measurement
Konsep measurement ini telah memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam hal penekanannya terhadap pentingnya obyektifitas dalam proses evaluasi. Aspek obyektivitas yang ditekankan oleh konsep ini perlu dijadikan landasan yang terus menerus didalam rangka mengembangkan konsep dan system evaluasi kurikulum. Disamping itu, pendekatan yang digunakan oleh konsep ini masih sangat besar pengaruhnya dan dirasakan faedahnya dalam berbagai kegiatan pendidikan, seperti seleksi dan klasifikasi siswa, pemberian nilai disekolah, dan kegiatan penelitian pendidikan. Kelemahan dari konsep ini terletak pada penekanannya yang berlebih – lebihan pada aspek pengukuran dalam kegiatan evaluasi pendidikan. Aspek pengukuran itu sendiri memang diperlukan dalam proses evaluasi, tetapi tidak dimaksudkan untuk menggantikan proses evaluasi itu sendiri : “measurement is not evaluation, but it can provide useful data for evaluation”. Dalam evaluasi hasil belajar, misalnya kita tidak dapat mengelakkan penggunaan alat pengukuran hasil belajar untuk menghasilkan data yang diperlukan dalam pemberian judgment selanjutnya mengenai hasil belajar yang telah dicapai. Sebagai konsekuensi dari penekanan yang berlebih-lebihan pada aspek pengukuran, evaluasi cenderung dibatasi pada dimensi tertentu dari program pendidikan yang dapat diukur, terutama hasil belajar yang bersifat kognitif. Yang menjadi persoalan disini adalahbahwa hasil belajar yang bersifat kognitif tersebut bukan merupakan satu – satunya indicator bagi keberhasilan suatu kurikulum. Sebagai suatu wahana untuk mencapai tujuan – tujuan pendidikan, kurikulum diharapkan dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada pada diri siswa, tidak terbatas hanya pada potensi dibidang kognitif. Disamping itu, peranan evaluasi yang diharapkan akan dapat memberikan input bagi penyempurnaan program dalam setiap tahap, menjadi kurang dapat terpenuhi dengan dibatasinya evaluasi pada pengukuran hasil belajar saja, apalagi hanya ditekankan pada bidang kognitif.

2.    Congruence
Model ini telah menghubungkan kegiatan evaluasi dengan tujuan untuk mengkaji efektivitas kurikulum yang sedang dikembangkan. Dengan kata lain, model congruence  ini telah memperlihatkan adanya “ high degree of integration with the instructional process”. Dengan mengkaji efektifitas kurikulum dalam mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan, hal ini akan memberikan balikan kepada pengembang kurikulum tentang tujuan – tujuan mana yang sudah dan yang belum dicapai. Hasil evaluasi yang diperoleh tidak bersifat relative karena selalu dihubungkan dengan tujuan yang hendak dicapai sebagai criteria perbandingan. Kelemahan dari model ini terletak pada ruang lingkup evaluasinya. Sekalipun tujuan evaluasi diarahkan pada kepentingan penyempurnaan program kurikulum, tapi konsep ini tidak menjadikan input dan proses pelaksanaan sebagai obyek langsung evaluasi. Yang dijadikan perhatian oleh model ini adalah hubungan antara tujuan dan hasil belajar. Faktor – faktor penting yang terdapat diantara tujuan dan hasil yang dicapai kurang mendapat perhatian, padahal yang dimensi akan disempurnakan justru adalah faktor – faktor tersebut yaitu input dan proses belajar – mengajar, yang keseluruhannya akan menciptakan suatu tipe pengalaman belajar tertentu. Masih berhubungan dengan persoalan ruang lingkup evaluasi diatas, pelaksanaan evaluasi dari model ini terjadi pada saat kurikulum sudah selesai dilaksanakan, dengan jalan membandingkan antara hasil pre test dan  posttest. Sebagai akibatnya informassi yang dihasilkan hanya dapat menjawab pertanyaan tentang tujuan – tujuan mana yang telah dan yang belum dapat dicapai. Pertanyaan tentang mengapa tujuan – tujuan tertentu dapat dicapai, sukar untuk dapat dijawab melalui informasi perbedaan pretest dan posttest. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan oleh model ini menghasilkan suatu teknik evaluasi yang sifatnya terminal / postfacto. Pendekatan semacam ini memang membantu pengembangan kurikulum dalam menentukan bagian – bagian mana dari program yang masih lemah, tapi kurang membantu didalam mencari jawaban tentang segi-segi apanya yang masih lemah dan bagaiamana kemungkinan mengatasi kelemahan tersebut.
Terlepas dari beberapa kelemahan diatas, model ini telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan konsep evaluasi kurikulum, khususnya dalam usaha sebagai berikut :
a.    Menghubungkan hasil belajar dengan tujuan – tujuan pendidikan sebagai criteria perbandingan, dan
b.    Memperkenalkan system pengolahan hasil evaluasi secara bagian demi bagian, yang ternyata lebih relevan dengan kebutuhan pengembangan kurikulum.

3.    Illumination
Konsep illumination menekankan pentingnya dilakukan evaluasi yang berkelanjutan selama proses pelaksanaan kurikulum sedang berlangsung. Gagasan yang terkandung didalam konsep ini memang penting dan menunjang proses penyempurnaan kurikulum, karena pihak pengembang kurikulum akan memperoleh informasi yang cukup terintegrasi sebagai dasar untuk mengoreksi dan menyempurnakan kurikulum yang sedang dikembangkan. Disamping itu, jarak antara pengumpulan data dan laoran hasil evaluasi cukup pendek sehingga informasi yang dihasilkan dapat digunakan pada waktunya. Kelemahan dari konsep ini terutama terletak pada teknis pelaksanaannya. Pertama, kegiatan evaluasi tidak didahului oleh adanya perumusan criteria yang jelas sebagai dasar bagi pelaksanaan dan penyimpulan hasil evaluasi. Ini dapat mengakibatkan bahwa sejumlah segi – segi yang penting kurang mendapat perhatian, karena evaluator hanyut didalam mengamati segi – segi tertentu yang menarik perhatiannya.  Kedua, obyektivitas dari evaluasi yang dilakukan perlu dipersoalkan. Persoalan obyektivitas evaluasi inilah yang justru dipandang sebagai salah satu kelemahan yang penting dari konsep ini. disamping konsep ini lebih menitik beratkan penggunaan judgment dalam proses evaluasi, juga terdapat adanya kecenderungan untuk menggunakan alat evaluasi yang terbuka alam arti kurang spesifik / berstruktur. Disamping keddua kelemahan diatas, konsep ini juga tidak menekankan pentingnya evaluasi terhadap bahan – bahan kurikulum selama bahan-bahan tersebut disusun dalam tahap perencanaan. Dengan kata lain, evaluasi yang diajukan oleh konsep ini lebih berorientasi pada proses dan hasil yang dicapai oleh kurikulum yang bersangkutan.

4.    Educational System Evaluation
Ditinjau dari hakikat dan ruang lingkup evaluassi, konsep ini memperlihatkan banyak segi – segi yang positif untuk kepentingan proses pengembangan kurikulum. Ditekankannya peranan criteria ( absolute maupun relative ) dalam proses evaluasi sangat penting artinya dalam memberikan cirri – cirri khas bagi kegiatan evaluasi. Tanpa criteria kita tidak akan dapat menghasilkan suatu informasi yang menunjukkan ada tidaknya kesenjangan ( discrepancy ), sedangkan informassi semacam inilah yang diharapkan dari hassil evaluasi. Konsep ini mengemukakan perlunya evaluasi itu dilakukan terhadap berbagai dimensi program, tidak hanya hasil yang dicapai, tapi juga input dan proses yang dilakukan tahap demi tahap. Ini penting sekali agar penyempurnaan kurikulum dapat dilakukan pada setiap tahap sehingga kelemahan yang masih terlihat pada suatu tahap tertentu tidak sampai dibawa ke tahap berikutnya. Suatu bagian dari konsep ini yang kiranya dapat dipandang sebagai kelemahan adalah mengenai pandangannya tentang evaluasi untuk menyimpulkan kebaikan program secara menyeluruh. Ada dua persoalan yang perlu mendapatkan penegasan dari konsep ini, yang pertama menyangkut segi teknis dan yang kedua menyangkut segi strategis. Persoalan teknis berkenaan dengan prosedur yang ditempuh dalam membandingkan hasil antara kurikulum yang baru dan kurikulum yang ada. Pengalaman-pengalaman yang lalu menunjukkan bahwa studi perbandingan semacam ini pada umumnya berakhir dengan kesimpulan tidak adanya perbedaan yang berarti. Persoalan strategis menyangkut persoalan nasib dari kurikulum yang baru tersebut bila hasil perbandingan yang dilakukan menunjukkan perbedaan yang tidak berarti. Bila hal itu terjadi, apakah kita akan menarik kembali kurikulum yang baru tersebut untuk kembali ke kurikulum yang ada ataukah mengembangkan kurikulum baru yang lain lagi ? bagaimanakah hal ini dapat dipertanggungjawabkan dari segi biaya yang telah dikeluarkan maupun dari segi siswa – siswa yang telah menggunakan kurikulum baru tersebut selama bertahun – tahun ? kedua persoalan diatas itu yang terdapat dan belum dibahas secara tuntas didalam konsep ini. secara keseluruhan, konsep educational system evaluation ini relevan dengan peranan evaluasi didalam proses pengembangan kurikulum dan dapat mengatasi kelemahan – kelemahan yang terkandung didalam konsep – konsep yang terdahulu.

E.  Model Yang DiSarankan
Dengan mempelajari secara cermat tentang berbagai konsep / model evaluasi kurikumulum, akhhirnya dapat memahami pula bahwa masing – masing konsep / model tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Dalam mengevaluasi kurikulum tentunya diperlukan kecermatan dalam memilih model mana yang dianggap tepat. Pada uraian berikut kita dapat mencermati konsep / model yang disarankan dalam melaksanakan evaluasi kurikulum. Ketepatan suatu model tak dapat dilepaskan dari tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan evaluasi yang kita adakan. Setiap model, termasuk model yang keempat ( educational system evaluation ) memiliki kekuatan dan kelemahan ditinjau dari berbagai segi. Sehubungan dengan itu, berkenaan dengan model mana yang akan disarrankan, dikemukakan hal –hal sebagai berikut : untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang kurikulum yang sedang dikembangkan, model educational system evaluation, tampaknya merupakan model yang paling tepat. Kelemahan masing – masing model yang lain dapat ditanggulangi oleh model yang keempat ini. terlepas dari kenyataan tersebut, untuk mencapai tujuan evaluasi yang bersifat khusus, ketiga model yang lain pun masih dapat memberikan sumbangan sebagai berikut :
a.       Untuk keperluan seleksi dan klasifikasi siswa serta membandingkan efektivitas kurikulum yang baru dengan kurikulum yang ada, model measurement tepat untuk digunakan.
b.      Untuk mengkaji efektivitas pembelajaran yang telah dilakukan dan untuk menetapkan tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan – tujuan pembelajaran, model congruence tergolong ampuh untuk digunakan. Akhirnya, bila ingin memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang proses pelaksanaan kurikulum beserta faktor – faktor yang mempengaruhinya, model illumination akan sangat membantu.



DAFTAR  PUSTAKA


Ibrahim & Masito. Evaluasi Kurikulum
Dikases pada tanggal 10 Januari 2014 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar