A.
Pengertian Evaluasi Kurikulum
Evaluasi
kurikulum merupakan salah satu komponen yang perlu dikuasai oleh guru sebagai
pelaksana kurikulum.
Seorang guru harus memahami betul mengapa suatu kurikulum harus dievaluasi dan apa yang menjadi tujuan dari evaluasi tersebut. Karena Evaluasi Kurikulum merupakan serangkaian kegiatan terencana, sistematis, dan sistemik dalam mengumpulkan dan mengolah informasi, memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menyempurnakan kurikulum
Seorang guru harus memahami betul mengapa suatu kurikulum harus dievaluasi dan apa yang menjadi tujuan dari evaluasi tersebut. Karena Evaluasi Kurikulum merupakan serangkaian kegiatan terencana, sistematis, dan sistemik dalam mengumpulkan dan mengolah informasi, memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menyempurnakan kurikulum
Evaluasi
kurikulum merupakan usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu
kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti dari kurikulum
dalam suatu konteks tertentu (Marsan, 2004).
B.
Tujuan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum dimaksudkan
untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan
melalui kurikulum yang bersangkutan. Tujuan diadakannya evaluasi didalam proses
pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut :
1.
Perbaikan
Program
Dalam
tujuan perbaikan program ini, peranan evaluasi lebih bersifat konstruktif,
karena informasi hasil evaluasi dijadikan input bagi perbaikan yang diperlukan
di dalam program kurikulum yang sedang dikembangkan. Disini evaluasi lebih
merupakan kebutuhan yang datang dari dalam system itu sendiri karena evaluasi
itu dipandang sebagai faktor yang memungkinkan dicapainya hasil pengembangan
yang optimal dari system yang bersangkutan.
2.
Pertanggungjawaban
Kepada Berbagai Pihak
Selama
dan terutama pada akhir fase pengembangan kurikulum, perlu adanya semacam
pertanggungjawaban dari pihak pengembangan kurikulum kepada berbagai pihak yang
berkepentingan. Pihak-pihak yang dimaksud mencakup baik pihak yang mensponsori
kegiatan pengembangan kurikulum tersebut maupun pihak yang akan menjadi
konsumen dari kurikulum yang telah dikembangkan. Dengan kata lain, pihak –
pihak tersebut mencakup pemerintahan, masyarakat, orang tua, petugas-petugas
pendidikan, dan pihak – pihak lainnya yang ikut mensponsori kegiatan
pengembangan kurikulum yang bersangkutan. Bagi pihak pengembangan kurikulum,
tujuan yang kedua ini merupakan suatu keharusan dari luar. Sekalipun demikian
hal ini tidak bisa kita hindari karena persoalan ini mencakup
pertanggungjawaban social, ekonomi dan moral, yang sudah merupakan suatu
konsekuensi logis dalam kegiatan pembaharuan pendidikan. Dalam
mempertanggungjawabkan hasil yang telah dicapainya, pihak pengembang kurikulum
perlu mengemukakan kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang sedang
dikembangkan serta usaha lebih lanjut yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan
– kelemahan, jika ada yang masih terdapat. Untuk menghasilkan informasi
mengenai kekuatan dan kelemahan tersebut maka dibutuhkan kegiatan evaluasi.
3.
Penentuan
Tindak Lanjut Hasil Pengembangan.
Tindak
lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban atas dua
kemungkinan pertanyaan. Pertama, apakah kurikulum baru tersebut akan atau tidak
disebar luaskan kedalam system yang ada? Kedua, dalam kondisi yang bagaimana
dan dengan cara yang bagaimana pula kurikulum baru tersebut akan disebarluaskan
kedalam system yang sudah ada ?. Ditinjau dari proses pengembangan kurikulum
yang sudah berjalan, pertanyaan pertama
dipandang tidak tepat untuk diajukan pada akhir fase pengembangan. Pertanyaan
tersebut hanya mempunyai dua kemungkinan jawaban ya atau tidak. Secara teoritis
dapat saja terjadi bahwa jawaban yang diberikan itu adalah tidak. Bila hal ini terjadi,
kita akan dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan, biaya , tenaga, dan
waktu yang telah dikerahkan selama ini ternyata terbuang percuma. Peserta didik
yang telah menggunakan kurikulum baru tersebut selama fase pengembangan telah
terlanjur dirugikan, sekolah-sekolah dimana proses pengembangan itu berlangsung
harus kembali menyesuaikan diri lagikepada cara lama dan lambat laun akan
timbul sikap skeptis dikalangan orang tua dan masyarakat terhadap pembaharuan
pendidikan dalam bentuk apapun. Pertanyaan
kedua dipandang lebih tepat untuk diajukan pada akhir fase pengembangan
kurikulum. Pertanyaan tersebut mengimplikasikan sekurang-kurangnya tiga
anak pertanyaan. Aspek – aspek mana dari
kurikulum tersebut yang masih perlu diperbaiki ataupun disesuaikan, strategi penyebaran
yang bagaimana yang sebaiknya ditempuh , dan persyaratan-persyaratan apa yang
perlu dipersiapkan terlebih dahulu didalam system yang ada. Pertanyaan –
pertanyaan ini dirasakan lebih bersifat konstruktif dan lebih dapat diterima
ditinjau dari segi social, ekonomi, moral dan maupun teknis. Dengan
mengevaluasi, semua informasi yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dapat
ditemukan.
C.
Beberapa Model Evaluasi Kurikulum
Secara garis besar, berbagai model evaluasi yang
telah dikembangkan selama ini digolongkan kedalam empat model, yaitu sebagai
berikut :
1.
Measurement
Evaluasi pada
dasarnya adalah pengukuran perilaku siswa untuk mengungkapkan perbedaan
individual maupun kelompok. Hasil evaluasi digunakan terutama untuk keperluan
seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan perbandingan efektifitas antara dua
atau lebih program / metode pendidikan. Obyek evaluasi dititik beratkan pada
hasil belajar terutama dalam aspek kognitif dan khususnya yang dapat diukur
dengan alat evaluasi yang obyektif dan dapat dibakukan. Jenis data yang
dikumpulkan dalam evaluasi adalah data obyektif khususnya skor hasil tes. Dalam
kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan / cara – cara berikut ini :
a.
Menempatkan
kedudukan setiap siswa dalam kelompoknya melalui pengembangan norma kelompok
dalam evaluasi hasil belajar.
b.
Membandingkan
hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang menggunakan program / metode
pengajaran yang berbeda – beda, melalui analisis secara kuantitatif.
c.
Teknik evaluasi
yang digunakan terutama tes yang disusun dalam bentuk obyektif, yang terus
dikembangkan untuk menghasilkan alat evaluasi yang reliable dan valid.
2.
Congruence
Evaluasi pada
dasarnya merupakan pemeriksaan kesesuaian atau congruence antara tujuan
pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk melihat sejauh mana perubahan
hasil pendidikan telah terjadi. Hasil evaluasi diperlukan dalam rangka
penyempurnaan program, bimbingan pendidikan dan pemberian informasi kepada
pihak – pihak diluar pendidikan. Obyek evaluasi dititik beratkan pada hasil belajar dalam bentuk kognitif,
psikomotorik maupun nilai dan sikap. Jenis data yang dikumpulkan adalah data
obyektif khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh
pendekatan / cara – cara berikut :
a.
Menggunakan
prosedur Pre and post-assessment
dengan menempuh langkah – langkah pokok seperti penegasan tujuan, pengembangan
alat evaluasi dan penggunaan hasil evaluasi.
b.
Analisis hasil
evaluasi dilakukan secara bagian demi bagian.
c.
Teknik evaluasi
mencakup tes dan teknik – teknik evaluasi lainnya yang cocok untuk menilai
berbagai jenis perilaku yang terkandung dalam tujuan.
d.
Kurang
menyetujui diadakannya evaluasi perbandingan antara dua atau lebih program.
3.
Illumination
Evaluasi pada
dasarnya merupakan studi mengenai : pelaksanaan program, pengaruh faktor
lingkungan, kebaikan-kebaikan dan kelemahan program serta pengaruh program
terhadap perkembangan hasil belajar. Evaluasi lebih didasarkan pada judgment (
pertimbangan ) yang hasilnya diperlukan untuk penyempurnaan program. Obyek
evaluasi mencakup latar belakang dan perkembangan program, proses pelaksanaan,
hasil belajar dan kesulitan – kesulitan yang dialami. Jenis data yang
dikumpulkan pada umumnya data subyektif ( judgment data ) dalam kegiatan
evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan / cara – cara berikut :
a.
Menggunakan
prosedur yang disebut Progressive focusing dengan langkah – langkah pokoknya
yaitu orientasi, pengamatan yang lebih terarah, analisis sebab-akibat.
b.
Bersifat
kualitatif-terbuka, dan fleksibel-elektif.
c.
Teknik evaluasi
mencakup observasi, wawancara, angket, analisis dokumen dan bila perlu mencakup
pula tes.
4.
Educational
System Evaluation
Evaluasi pada
dasarnya adalah perbandingan antara performance
setiap dimensi program dan kritera, yang akan berakhir dengan suatu deskripsi
dan judgment. Hasil evaluasi diperlukan untuk penyempurnaan program dan
penyimpulan hasil program secara keseluruhan. Obyek evaluasi mencakup input (
bahan, rencana, peralatan ) proses dan hasil yang dicapai dalam arti yang lebih
luas. Jenis data yang dikumpulkan meliputi baik data obyektif maupun data
subyektif ( judgment data ) dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh
pendekatan / cara – cara seperti berikut :
a.
Membandingkan performance setiap dimensi program
dengan criteria internal.
b.
Membandingkan performance program dengan menggunakan
criteria eksternal yaitu performance program yang lain.
c.
Teknik evaluasi
mencakup tes, observasi, wawancara, angket dan analisis dokumen.
D.
Tinjauan Masing-Masing Model Kurikulum
Makna dari setiap model evaluasi kurikulum secara
lebih rinci dapat diketahui dari tinjauan masing-masing model, seperti berikut
:
1.
Measurement
Konsep measurement ini telah memberikan
sumbangan yang sangat berarti dalam hal penekanannya terhadap pentingnya
obyektifitas dalam proses evaluasi. Aspek obyektivitas yang ditekankan oleh
konsep ini perlu dijadikan landasan yang terus menerus didalam rangka
mengembangkan konsep dan system evaluasi kurikulum. Disamping itu, pendekatan
yang digunakan oleh konsep ini masih sangat besar pengaruhnya dan dirasakan
faedahnya dalam berbagai kegiatan pendidikan, seperti seleksi dan klasifikasi
siswa, pemberian nilai disekolah, dan kegiatan penelitian pendidikan. Kelemahan
dari konsep ini terletak pada penekanannya yang berlebih – lebihan pada aspek
pengukuran dalam kegiatan evaluasi pendidikan. Aspek pengukuran itu sendiri
memang diperlukan dalam proses evaluasi, tetapi tidak dimaksudkan untuk
menggantikan proses evaluasi itu sendiri : “measurement
is not evaluation, but it can provide useful data for evaluation”. Dalam
evaluasi hasil belajar, misalnya kita tidak dapat mengelakkan penggunaan alat
pengukuran hasil belajar untuk menghasilkan data yang diperlukan dalam
pemberian judgment selanjutnya mengenai hasil belajar yang telah dicapai.
Sebagai konsekuensi dari penekanan yang berlebih-lebihan pada aspek pengukuran,
evaluasi cenderung dibatasi pada dimensi tertentu dari program pendidikan yang
dapat diukur, terutama hasil belajar yang bersifat kognitif. Yang menjadi
persoalan disini adalahbahwa hasil belajar yang bersifat kognitif tersebut
bukan merupakan satu – satunya indicator bagi keberhasilan suatu kurikulum.
Sebagai suatu wahana untuk mencapai tujuan – tujuan pendidikan, kurikulum
diharapkan dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada pada diri siswa, tidak
terbatas hanya pada potensi dibidang kognitif. Disamping itu, peranan evaluasi
yang diharapkan akan dapat memberikan input bagi penyempurnaan program dalam
setiap tahap, menjadi kurang dapat terpenuhi dengan dibatasinya evaluasi pada
pengukuran hasil belajar saja, apalagi hanya ditekankan pada bidang kognitif.
2.
Congruence
Model ini telah
menghubungkan kegiatan evaluasi dengan tujuan untuk mengkaji efektivitas
kurikulum yang sedang dikembangkan. Dengan kata lain, model congruence ini telah memperlihatkan adanya “ high degree of integration with the
instructional process”. Dengan mengkaji efektifitas kurikulum dalam
mencapai tujuan – tujuan yang telah ditetapkan, hal ini akan memberikan balikan
kepada pengembang kurikulum tentang tujuan – tujuan mana yang sudah dan yang
belum dicapai. Hasil evaluasi yang diperoleh tidak bersifat relative karena
selalu dihubungkan dengan tujuan yang hendak dicapai sebagai criteria
perbandingan. Kelemahan dari model ini terletak pada ruang lingkup evaluasinya.
Sekalipun tujuan evaluasi diarahkan pada kepentingan penyempurnaan program
kurikulum, tapi konsep ini tidak menjadikan input dan proses pelaksanaan
sebagai obyek langsung evaluasi. Yang dijadikan perhatian oleh model ini adalah
hubungan antara tujuan dan hasil belajar. Faktor – faktor penting yang terdapat
diantara tujuan dan hasil yang dicapai kurang mendapat perhatian, padahal yang
dimensi akan disempurnakan justru adalah faktor – faktor tersebut yaitu input
dan proses belajar – mengajar, yang keseluruhannya akan menciptakan suatu tipe
pengalaman belajar tertentu. Masih berhubungan dengan persoalan ruang lingkup
evaluasi diatas, pelaksanaan evaluasi dari model ini terjadi pada saat
kurikulum sudah selesai dilaksanakan, dengan jalan membandingkan antara hasil pre test dan posttest. Sebagai akibatnya
informassi yang dihasilkan hanya dapat menjawab pertanyaan tentang tujuan –
tujuan mana yang telah dan yang belum dapat dicapai. Pertanyaan tentang mengapa
tujuan – tujuan tertentu dapat dicapai, sukar untuk dapat dijawab melalui
informasi perbedaan pretest dan posttest. Dengan kata lain, pendekatan yang
digunakan oleh model ini menghasilkan suatu teknik evaluasi yang sifatnya
terminal / postfacto. Pendekatan semacam ini memang membantu pengembangan
kurikulum dalam menentukan bagian – bagian mana dari program yang masih lemah,
tapi kurang membantu didalam mencari jawaban tentang segi-segi apanya yang
masih lemah dan bagaiamana kemungkinan mengatasi kelemahan tersebut.
Terlepas dari
beberapa kelemahan diatas, model ini telah memberikan sumbangan yang sangat
besar bagi perkembangan konsep evaluasi kurikulum, khususnya dalam usaha
sebagai berikut :
a.
Menghubungkan
hasil belajar dengan tujuan – tujuan pendidikan sebagai criteria perbandingan,
dan
b.
Memperkenalkan
system pengolahan hasil evaluasi secara bagian demi bagian, yang ternyata lebih
relevan dengan kebutuhan pengembangan kurikulum.
3.
Illumination
Konsep
illumination menekankan pentingnya dilakukan evaluasi yang berkelanjutan selama
proses pelaksanaan kurikulum sedang berlangsung. Gagasan yang terkandung
didalam konsep ini memang penting dan menunjang proses penyempurnaan kurikulum,
karena pihak pengembang kurikulum akan memperoleh informasi yang cukup
terintegrasi sebagai dasar untuk mengoreksi dan menyempurnakan kurikulum yang
sedang dikembangkan. Disamping itu, jarak antara pengumpulan data dan laoran
hasil evaluasi cukup pendek sehingga informasi yang dihasilkan dapat digunakan
pada waktunya. Kelemahan dari konsep ini terutama terletak pada teknis
pelaksanaannya. Pertama, kegiatan
evaluasi tidak didahului oleh adanya perumusan criteria yang jelas sebagai
dasar bagi pelaksanaan dan penyimpulan hasil evaluasi. Ini dapat mengakibatkan
bahwa sejumlah segi – segi yang penting kurang mendapat perhatian, karena evaluator hanyut didalam mengamati segi
– segi tertentu yang menarik perhatiannya. Kedua, obyektivitas dari evaluasi yang
dilakukan perlu dipersoalkan. Persoalan obyektivitas evaluasi inilah yang
justru dipandang sebagai salah satu kelemahan yang penting dari konsep ini.
disamping konsep ini lebih menitik beratkan penggunaan judgment dalam proses
evaluasi, juga terdapat adanya kecenderungan untuk menggunakan alat evaluasi
yang terbuka alam arti kurang spesifik / berstruktur. Disamping keddua
kelemahan diatas, konsep ini juga tidak menekankan pentingnya evaluasi terhadap
bahan – bahan kurikulum selama bahan-bahan tersebut disusun dalam tahap perencanaan.
Dengan kata lain, evaluasi yang diajukan oleh konsep ini lebih berorientasi
pada proses dan hasil yang dicapai oleh kurikulum yang bersangkutan.
4.
Educational
System Evaluation
Ditinjau dari
hakikat dan ruang lingkup evaluassi, konsep ini memperlihatkan banyak segi –
segi yang positif untuk kepentingan proses pengembangan kurikulum.
Ditekankannya peranan criteria ( absolute maupun relative ) dalam proses
evaluasi sangat penting artinya dalam memberikan cirri – cirri khas bagi
kegiatan evaluasi. Tanpa criteria kita tidak akan dapat menghasilkan suatu
informasi yang menunjukkan ada tidaknya kesenjangan ( discrepancy ), sedangkan
informassi semacam inilah yang diharapkan dari hassil evaluasi. Konsep ini
mengemukakan perlunya evaluasi itu dilakukan terhadap berbagai dimensi program,
tidak hanya hasil yang dicapai, tapi juga input dan proses yang dilakukan tahap
demi tahap. Ini penting sekali agar penyempurnaan kurikulum dapat dilakukan
pada setiap tahap sehingga kelemahan yang masih terlihat pada suatu tahap tertentu
tidak sampai dibawa ke tahap berikutnya. Suatu bagian dari konsep ini yang
kiranya dapat dipandang sebagai kelemahan adalah mengenai pandangannya tentang
evaluasi untuk menyimpulkan kebaikan program secara menyeluruh. Ada dua
persoalan yang perlu mendapatkan penegasan dari konsep ini, yang pertama
menyangkut segi teknis dan yang kedua menyangkut segi strategis. Persoalan
teknis berkenaan dengan prosedur yang ditempuh dalam membandingkan hasil antara
kurikulum yang baru dan kurikulum yang ada. Pengalaman-pengalaman yang lalu
menunjukkan bahwa studi perbandingan semacam ini pada umumnya berakhir dengan
kesimpulan tidak adanya perbedaan yang berarti. Persoalan strategis menyangkut
persoalan nasib dari kurikulum yang baru tersebut bila hasil perbandingan yang
dilakukan menunjukkan perbedaan yang tidak berarti. Bila hal itu terjadi,
apakah kita akan menarik kembali kurikulum yang baru tersebut untuk kembali ke
kurikulum yang ada ataukah mengembangkan kurikulum baru yang lain lagi ?
bagaimanakah hal ini dapat dipertanggungjawabkan dari segi biaya yang telah
dikeluarkan maupun dari segi siswa – siswa yang telah menggunakan kurikulum
baru tersebut selama bertahun – tahun ? kedua persoalan diatas itu yang
terdapat dan belum dibahas secara tuntas didalam konsep ini. secara
keseluruhan, konsep educational system evaluation ini relevan dengan peranan
evaluasi didalam proses pengembangan kurikulum dan dapat mengatasi kelemahan –
kelemahan yang terkandung didalam konsep – konsep yang terdahulu.
E.
Model Yang DiSarankan
Dengan
mempelajari secara cermat tentang berbagai konsep / model evaluasi kurikumulum,
akhhirnya dapat memahami pula bahwa masing – masing konsep / model tersebut
memiliki keunggulan dan kelemahan. Dalam mengevaluasi kurikulum tentunya
diperlukan kecermatan dalam memilih model mana yang dianggap tepat. Pada uraian
berikut kita dapat mencermati konsep / model yang disarankan dalam melaksanakan
evaluasi kurikulum. Ketepatan suatu model tak dapat dilepaskan dari tujuan yang
ingin dicapai dari kegiatan evaluasi yang kita adakan. Setiap model, termasuk
model yang keempat ( educational system evaluation ) memiliki kekuatan dan
kelemahan ditinjau dari berbagai segi. Sehubungan dengan itu, berkenaan dengan
model mana yang akan disarrankan, dikemukakan hal –hal sebagai berikut : untuk
memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang kurikulum yang sedang dikembangkan,
model educational system evaluation, tampaknya merupakan model yang paling
tepat. Kelemahan masing – masing model yang lain dapat ditanggulangi oleh model
yang keempat ini. terlepas dari kenyataan tersebut, untuk mencapai tujuan
evaluasi yang bersifat khusus, ketiga model yang lain pun masih dapat
memberikan sumbangan sebagai berikut :
a.
Untuk keperluan
seleksi dan klasifikasi siswa serta membandingkan efektivitas kurikulum yang
baru dengan kurikulum yang ada, model measurement tepat untuk digunakan.
b.
Untuk mengkaji
efektivitas pembelajaran yang telah dilakukan dan untuk menetapkan tingkat
penguasaan siswa terhadap tujuan – tujuan pembelajaran, model congruence
tergolong ampuh untuk digunakan. Akhirnya, bila ingin memperoleh gambaran yang
lebih mendalam tentang proses pelaksanaan kurikulum beserta faktor – faktor
yang mempengaruhinya, model illumination akan sangat membantu.
DAFTAR
PUSTAKA
Ibrahim & Masito. Evaluasi Kurikulum
Dikases pada tanggal 10 Januari 2014 )
http://rakadwiaprian543.blogspot.com/2014/02/makalah-evaluasi-kurikulum.html (Dikases pada tanggal 10 Januari 2014 )
http://sauronaqila.blogspot.com/2013/04/makalah-evaluasi-kurikulum.html (Dikases pada tanggal 10 Januari 2014 )
http://faujiahganbaru-faujiahganbaru.blogspot.com/2012/03/makalah-evaluasi-kurikulum_15.html (Dikases pada tanggal 10 Januari 2014 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar