A. Pengertian Desain Kurikulum
Desain
diartikan sebagai suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik
yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan suatu kegiatan. Fred Percival dan
Henry Ellington dalam Hamalik, mengemukakan bahwa ”desain kurikulum” adalah
pengembangan proses perencanaan, validasi, implementasi, dan evaluasi
kurikulum. Ini berarti, desain kurikulum diartikan ”sebagai proses” daripada
pelaksanaan atau penerapan model kurikulum dalam dunia pendidikan.
Kurikulum
dapat diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.5 Dalam Kepmendiknas No.
232/U/2000, defenisi kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan
penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
belajar-mengajar di perguruan tinggi.”
Mendesain
kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai
dengan misi, visi dan tujuan. Menurut
George A. Beauchamp ”….Curriculum design may be defined as the substance and
organization of goal and culture content so arranged as to reveal potential
progression through levels of schooling”. Artinya, desain kurikulum dapat
digambarkan sebagai unsur pokok, komponen hasil atau sasaran dan kultur yang
membudaya.
Kurikulum
tidak hanya terbatas pada atau berkaitan dengan mata pelajaran saja, tetapi
lebih luas dari itu, meliputi segala aktivitas yang dilakukan lembaga
pendidikan dalam upaya mempengaruhi peserta dalam belajar, membentuk
kepribadian mereka untuk mencapai suatu tingkatan tertentu (tujuan). Artinya,
semua kegiatan belajar-mengajar, filosofis pendidikan, visi dan misi, merancang
materi perkuliahan (belajar-mengajar), mengatur strategi dalam proses
pembelajaran dan membuat evaluasi dalam sebuah kegiatan pembelajaran dan
sebagainya sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah
kegiatan pembelajaran (teaching-learning) adalah termasuk dalam katagori
kurikulum secara luas.
Desain adalah rancangan, pola atau model. Mendesain
kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai
dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer kurikulum sama
seperti seorang arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkontruksi
bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang
akan dibangun.
Beberapa ahli merumuskan macam-macam
desain kurikulum. Eisner dan Vallance (1974) membagi desain menjadi lima jenis,
yaitu model pengembangan proses kognitif, kurikulum sebagai teknologi,
kurikulum aktualisasi diri, kurikulum rekonstruksi sosial, dan kurikulum
rasionalisasi akademis. McNeil (1977) membagi desain kurikulum menjadi empat
model, yaitu model kurikulum humanistis, kurikulum rekonstruksi sosial,
kurikulum teknologi, dan kurikulum subjek akademik. Saylor Alexqander dan Lewis
(1981) membagi desain kurikulum menjadi kurikulum subject matter disiplin,
kompetisi yang bersifat spesifik atau kurikulum teknologi, kurikulum sebagi proses,
kurikulum sebagai fungsi sosial dan kurikulum yang berdasarkan minat individu.
B. Desain Kurikulum Disiplin Ilmu
Menurut Longstreet (1993) Desain
kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusat kepada pengetahuan (the
knowledge centered desain) yang dirancang berdasarkan struktur
disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum
subjek akademis yang penekanannya diarahkan untuk pembagian intelektual siswa.
Para ahli memandang desain ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif
atau pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan
dan melakukan proses penelitian ilmiah.
Model kurikulum yang berorientasi pada
pengembangan intelektual siswa dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai
dengan disiplin ilmu masing masing. Mereka menyusun materi pembelajaran apa
yang harus dikuasai siswa baik menyangkut fakta, konsep maupun teori yang ada
dalam setiap disiplin ilmu mereka masing-masing. Selain menentukan materi
kurikulum, juga para pengembang kurikulum menyusun bagaimana melakukuan
pengkajian materi pembelajaran melalui proses penelitian ilmiah sesuai dengan
corak masalah yang terkandung dalam disiplin ilmu. Jadi, dengan demikian dalam
desain model ini bukan hanya diharapkan siswa semata-mata dapat menguasai
materi pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu, akan tetapi juga menguasai proses
berpikir melalui proses penelitian ilmiah yang sistematis.
Dalam implementasinya, strategi yang
banyak digunakan adalah strategi ekspositori. Melalui strategi ini, gagasan
atau informasi disampaikan oleh guru secara langsung kepada siswa. Evaluasi
yang digunakan bervariasi sesuai dengan tujuan pelajaran.
Terdapat tiga bentuk organisasi
kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu, yaitu: subject centered
curriculum, correlated curriculum, dan integrated curriculum.
1. Subject centered
curriculum
Pada subject centered
curriculum, bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata
pelajaran yang terpisah-pisah, misalnya mata pelajaran sejarah, ilmu bumi,
kimia, fisika, berhitung, dan lain sebagainya. Mata pelajaran-mata pelajaran
itu tidak berhubungan satu sama lain. Pada pengembangan kurikulum di kelas atau
pada kebiasaan belajar mengajar, setiap guru hanya bertanggung jawab pada mata
pelajaran yang diberikan. Kalaupun mata pelajaran itu diberikan oleh guru yang
sama, maka hal ini juga dilaksanakan secara terpisah-pisah. Oleh karena
organisasi bahan atau isi kurikulum berpusat pada mata pelajarn secara
terpisah-pisah, maka kurikulum ini juga dinamakan sparated subject curriculum.
2.Correlated curriculum
Pada organisasi kurikulum ini, mata
pelajaran tidak disajikan secara terpisah, akan tetapi setiap mata pelajaran
yang memiliki kedekatan ataupun mata pelajaran sejenis dikelompokan sehingga
menjadi satu bidang studi (broad field), seperti misalnya mata
pelajaran geografi, sejarah, ekonomi dikelompokan dalam bidang studi IPS( Ilmu Pengetahuan Sosial ). Demikian juga
dengan mata pelajaran biologi, kimia, fisika, dikelompokkan menjadi bidang
studi IPA( Ilmu
Pengetahuan Alam ).
Mengorelasikan bahan atau isi materi
kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan :
a) Pendekatan struktual
Dalam pendekatan ini, kajian suatu
kelompok bahasan ditinjau dari beberapa mata pelajaran sejenis. Seperti misalnya,
kajian suatu topic tentang geografi tidak senata-mata ditinjau dari satu sudut
saja, akan tetapi juga ditinjau dari sejarah, ekonomi atau mungkin budaya.
b) Pendekatan
fungsional
Pendekatan ini didasarkan kepada
pengkajian masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,
suatu topic tidak diambil dari mata pelajaran tertentu akan tetapi diambil
dariapa yang dirasakan perlu untuk anak, selanjutnya topikitu dikaji oleh
berbagai mata pelajaran yang memiliki ketrkaitan. Contohnya masalah
“kemiskinan” ditinjau dari sudut ekonomi, geografi, dan sejarah.
c) Pendekatan
daerah
Pendekatan ini materi pelajaran
ditentukan berdasarkan lokasi atau tempat. Seperti mengkaji daerah ibu kota
ditinjau dari keadaan iklim, sejarah, sosial budayanya, ekonominya dan lain
sebagainya.
3. Integrated curriculum
Pada organisasi kurikulum yang
menggunakan model integrated, tidak lagi menampakan nama-nama mata
pelajaran atau bidang studi. Belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang
harus dipecahkan.Masalah tersebut kemudian dinamakan unit. Belajar berdasarkan
unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, akan tetapi juga mencari dan
menganalisis fakta sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Belajar melalui
pemecahan masalah itu diharapkan perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada
segi intlektual saja akan tetapi seluruh aspek seperti sikap, emosi, atau
keterampilan.
C. Desain Kurikulum Berorientasi
pada Masyarakat
Asumsi yang mendasari bentuk rancangan
kurikulum ini adalah, untuk melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena
itu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar menentukan isi kurikulum.
Contoh desain kurikulum ini
seperti yang dikembangkan oleh Smith, Stanley,dan Shores dalam buku mereka yang
berjudul fundamentals of curriculum(1950); atau dalam curriculum
theory yang disusun oleh Beauchamp (1981). Mereka merumuskan kurikulum
sebagai sebuah desain kelompok social untuk dijadikan pengalaman belajar anak
didalam sekolah. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu kelompok
social, harus menjadi bahan kajian anak didik di sekolah.
Ada tiga perspektif desain kurikulum
yang berorientasi pada kehidupan masyarakat, yaitu perspektif status
quo (the status quo perspective), perspektif reformis (the
reformist perspektive), dan perspektif masa depan (the
futurist perspective).
1. Perspektif status quo (the
status quo perspective)
Rancangan kurikulum ini diarahkan untuk
melestarikan nilai-nilai budaya mastyarakat.Dalam perspektif ini kurikulum
merupakan perencanaan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak
didik sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan
masyarakat.Yang dijadikan dasar oleh para perancang kurikulum adalah
aspek-aspek penting kehidupan masyarakat.
Menurut Bobbit, pendidikan formal harus mendidik
anak agar menjadi manusia dewasa dalam masyarakatnya dengan cara mengkaji
berbagai aktivitas yang dilakukan oleh orang dewasa, dan itulah yang semestinya
menjadi isi kurikulum yang harus diajarkan kepada anak didik.
Berdasarka kajian ilmiah yang dilakukan Bobbit, ia menemukan
kegiatan utama
dalam kehidupan masyarakat yang disarankan untuk menjadi isi kurikulum sebagai
berikut :
a. Kegiatan
berbahasa atau komunikasi social
b. Kegiatan yang
berhubungan dengan kesehatan
c. Kegiatan dalam
kehidupan social dan berkelompok dengan orang lain
d. Kegiatan
menggunakan waktu senggang dan menikmati rekreasi
e. Usaha mejaga
kesegaran jasmani dan rohani
f. Kegiatan yang
berhubungan dengan religious
g. Kegiatan yang
berhubungan dengan peran orang tua seperti
membesarkan anak, memelihara kehidupan keluarga yang harmonis
h. Kegiatan
praktis yang bersifat vocasional atau keterampilan tertentu
i. Melakukan
pekerjaan sesuai dengan dengan bakat seseorang
Tiap kegiatan menurut Bobbit dapat
dirinci lagi dalam kegiatan-kegiatan yang lebih khusus untuk lebih mengarahkan
tujuan dan kegiatan siswa di sekolah. Disamping kegiatan-kegiatan yang harus
dikuasai seperti apa yang dilakukan oleh orang dewasa dalam perspective ini
juga menyangkut desain kurikulum untuk memberikan keterampilan sebagai
persiapan untuk bekerja (profesi). Oleh sebab itu sebelum merancang isi
kurikulum, para perancang perlu terlebih dahulu menganalisis kemampuan apa yang
harus dimiliki anak didik sehubungan dengan tugas atau profesi tertentu. Dari
hasil analisis itu kemudian dirancang isi kurikulum yang diharapkan lebih
efektif dan sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan.
2. Perspektif pembaharuan (the
reformist perspective)
Dalam perspektif ini, kurikulum
dikembangkan untuk lebih meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum reformis menghendaki
peran serta masyarakat secara total dalam proses pendidikan. Pendidikan dalam
perspektif ini harus berperan untuk mengubah tatanan social
masyarakat. Menurut aliran reformis, pendidikan harus mampu mengubah
keadaan masyarakat itu.
Baik pendidikan
formal maupun pendidikan nonformal harus mengabdikan diri demi tercapainya orde
social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan
merata.
3. Perspektif masa depan (the
futurist perspective)
Model kurikulum ini lebih mengutamakan
pada kepentikan social dari pada kepentingan individu. Setiap individu
harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat yang
senantiasa mengalami perubahan yang sangat cepat. Dengan pemahaman tersebut
akan memungkinkan setiap individu dapat mengembangkan masyarakatnya sendiri. Tujuan utama kurikulum
dalam perspektif ini adalah mempertemukan siswa dengan masalah-masalah yang
dihadapi umat manusia. Karena berbagai macam krisis yang dialami oleh
masyarakat harus menjadi bagian dari isi kurikulum.
Ada 3 kriteria yang
harus diperhatikan dalam proses mengimplementasikan kurikulum ini. Ketiganya
menurut pembelajaran nyata (real), berdasarkan pada tindakan (action), dan mengandung nilai (values). Ketiga
criteria tersebut adalah
:
a. pertama, siswa harus
memfokuskan kepada salah satu aspek yang ada di masyarakat yang dianggapnya
perlu untuk diubah.
b. kedua siswa
harus melakukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi masyarakat itu, dan
c. ketiga, tindakan siswa
harus didasarkan kepada nilai (values), apakah tindakan itu patut
dilaksanakn atau tidak , apakah memerlukan kerja individual atau kelompok atau
bahkan keduanya.
Dalam mengorganisasi kegiatan belajar siswa disusun
berdasarkan tema utama. Selanjutnya tema itu dibahas kedalam beberapa topik
yang relevan. Topic itulah yang selanjutnya ditindaklanjuti, dibahas, dan
dicari penyelesaiannya melalui latihan-latihan dan kunjungan. Mengenai evaluasi
pembelajaran diarahkan kepada kemampuan siswa mengartikulasikan isu atau
masalah, mencari pemecahan masalah, mendefinisikan ulang tentang problema,
memiliki kemauan untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu. Oleh karena
itulah, evaluasi pembelajaran kurikulum rekonstruksi social dilakukan secara
terus-menerus pada setiap saat.
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya,
Wina.2011. Kurikulum dan Pembelajaran .Jakarta
: Kencana Prenada Media Group.
http://andraputraa.blogspot.com/2014/03/desain-kurikulum-disiplin-ilmu-dan.html
( Diakses tanggal 23 Oktober 2014 )
http://dhyrahcahayacinta.wordpress.com/2013/04/20/makalah-desain-kurikulum/ ( Diakses tanggal 23 Oktober 2014 )
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CCgQFjAC&url=http%3A%2F%2Fwww.islaindonesia.com%2Findex.php%2Funduh%2Fcategory%2F2-bahan-
seminar%3Fdownload%3D10%3Aprinsip-desain-kurikulum&ei=FK1MVLLnOIn98QXh5ILwAg&usg=AFQjCNEn-jQ4NSa30AgSs5OpS9e7vPUSeQ&sig2=twnciK5pyxokZ4ydEm6cnQ ( Diakses tanggal 23 Oktober 2014 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar