Senin, 22 Februari 2016

Desain Kurikulum

A. Pengertian Desain Kurikulum
Desain diartikan sebagai suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan suatu kegiatan. Fred Percival dan Henry Ellington dalam Hamalik, mengemukakan bahwa ”desain kurikulum” adalah pengembangan proses perencanaan, validasi, implementasi, dan evaluasi kurikulum. Ini berarti, desain kurikulum diartikan ”sebagai proses” daripada pelaksanaan atau penerapan model kurikulum dalam dunia pendidikan.

Kurikulum dapat diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.5 Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000, defenisi kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi.”
Mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan misi, visi dan tujuan.  Menurut George A. Beauchamp ”….Curriculum design may be defined as the substance and organization of goal and culture content so arranged as to reveal potential progression through levels of schooling”. Artinya, desain kurikulum dapat digambarkan sebagai unsur pokok, komponen hasil atau sasaran dan kultur yang membudaya.
Kurikulum tidak hanya terbatas pada atau berkaitan dengan mata pelajaran saja, tetapi lebih luas dari itu, meliputi segala aktivitas yang dilakukan lembaga pendidikan dalam upaya mempengaruhi peserta dalam belajar, membentuk kepribadian mereka untuk mencapai suatu tingkatan tertentu (tujuan). Artinya, semua kegiatan belajar-mengajar, filosofis pendidikan, visi dan misi, merancang materi perkuliahan (belajar-mengajar), mengatur strategi dalam proses pembelajaran dan membuat evaluasi dalam sebuah kegiatan pembelajaran dan sebagainya sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah kegiatan pembelajaran (teaching-learning) adalah termasuk dalam katagori kurikulum secara luas.
Desain adalah rancangan, pola atau model. Mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer kurikulum sama seperti seorang arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkontruksi bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun.
Beberapa ahli merumuskan macam-macam desain kurikulum. Eisner dan Vallance (1974) membagi desain menjadi lima jenis, yaitu model pengembangan proses kognitif, kurikulum sebagai teknologi, kurikulum aktualisasi diri, kurikulum rekonstruksi sosial, dan kurikulum rasionalisasi akademis. McNeil (1977) membagi desain kurikulum menjadi empat model, yaitu model kurikulum humanistis, kurikulum rekonstruksi sosial, kurikulum teknologi, dan kurikulum subjek akademik. Saylor Alexqander dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum menjadi kurikulum subject matter disiplin, kompetisi yang bersifat spesifik atau kurikulum teknologi, kurikulum sebagi proses, kurikulum sebagai fungsi sosial dan kurikulum yang berdasarkan minat individu.
 B. Desain Kurikulum Disiplin Ilmu
Menurut Longstreet (1993) Desain kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusat kepada pengetahuan (the knowledge centered desain) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum subjek akademis yang penekanannya diarahkan untuk pembagian intelektual siswa. Para ahli memandang desain ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan melakukan proses penelitian ilmiah.
 Model kurikulum yang berorientasi pada pengembangan intelektual siswa dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu masing masing. Mereka menyusun materi pembelajaran apa yang harus dikuasai siswa baik menyangkut fakta, konsep maupun teori yang ada dalam setiap disiplin ilmu mereka masing-masing. Selain menentukan materi kurikulum, juga para pengembang kurikulum menyusun bagaimana melakukuan pengkajian materi pembelajaran melalui proses penelitian ilmiah sesuai dengan corak masalah yang terkandung dalam disiplin ilmu. Jadi, dengan demikian dalam desain model ini bukan hanya diharapkan siswa semata-mata dapat menguasai materi pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu, akan tetapi juga menguasai proses berpikir melalui proses penelitian ilmiah yang sistematis.
Dalam implementasinya, strategi yang banyak digunakan adalah strategi ekspositori. Melalui strategi ini, gagasan atau informasi disampaikan oleh guru secara langsung kepada siswa. Evaluasi yang digunakan bervariasi sesuai dengan tujuan pelajaran.
Terdapat tiga bentuk organisasi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu, yaitu: subject centered curriculum, correlated curriculum, dan integrated curriculum.
1. Subject centered curriculum
Pada subject centered curriculum, bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, misalnya mata pelajaran sejarah, ilmu bumi, kimia, fisika, berhitung, dan lain sebagainya. Mata pelajaran-mata pelajaran itu tidak berhubungan satu sama lain. Pada pengembangan kurikulum di kelas atau pada kebiasaan belajar mengajar, setiap guru hanya bertanggung jawab pada mata pelajaran yang diberikan. Kalaupun mata pelajaran itu diberikan oleh guru yang sama, maka hal ini juga dilaksanakan secara terpisah-pisah. Oleh karena organisasi bahan atau isi kurikulum berpusat pada mata pelajarn secara terpisah-pisah, maka kurikulum ini juga dinamakasparated subject curriculum.
2.Correlated curriculum
Pada organisasi kurikulum ini, mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, akan tetapi setiap mata pelajaran yang memiliki kedekatan ataupun mata pelajaran sejenis dikelompokan sehingga menjadi satu bidang studi (broad field), seperti misalnya mata pelajaran geografi, sejarah, ekonomi dikelompokan dalam bidang studi IPS( Ilmu Pengetahuan Sosial ). Demikian juga dengan mata pelajaran biologi, kimia, fisika, dikelompokkan menjadi bidang studi IPA( Ilmu Pengetahuan Alam ).
Mengorelasikan bahan atau isi materi kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan :
a)  Pendekatan struktual
Dalam pendekatan ini, kajian suatu kelompok bahasan ditinjau dari beberapa mata pelajaran sejenis. Seperti misalnya, kajian suatu topic tentang geografi tidak senata-mata ditinjau dari satu sudut saja, akan tetapi juga ditinjau dari sejarah, ekonomi atau mungkin budaya.
b)  Pendekatan fungsional
Pendekatan ini didasarkan kepada pengkajian masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, suatu topic tidak diambil dari mata pelajaran tertentu akan tetapi diambil dariapa yang dirasakan perlu untuk anak, selanjutnya topikitu dikaji oleh berbagai mata pelajaran yang memiliki ketrkaitan. Contohnya masalah “kemiskinan” ditinjau dari sudut ekonomi, geografi, dan sejarah.
c)   Pendekatan daerah 
Pendekatan ini materi pelajaran ditentukan berdasarkan lokasi atau tempat. Seperti mengkaji daerah ibu kota ditinjau dari keadaan iklim, sejarah, sosial budayanya, ekonominya dan lain sebagainya.
3. Integrated curriculum
Pada organisasi kurikulum yang menggunakan model integrated, tidak lagi menampakan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi. Belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan.Masalah tersebut kemudian dinamakan unit. Belajar berdasarkan unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, akan tetapi juga mencari dan menganalisis fakta sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Belajar melalui pemecahan masalah itu diharapkan perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada segi intlektual saja akan tetapi seluruh aspek seperti sikap, emosi, atau keterampilan.
C. Desain Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat
Asumsi yang mendasari bentuk rancangan kurikulum ini adalah, untuk melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar menentukan isi kurikulum.
Contoh desain kurikulum ini seperti yang dikembangkan oleh Smith, Stanley,dan Shores dalam buku mereka yang berjudul fundamentals of curriculum(1950); atau dalam curriculum theory  yang disusun oleh  Beauchamp (1981). Mereka merumuskan kurikulum sebagai sebuah desain kelompok social untuk dijadikan pengalaman belajar anak didalam sekolah. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu kelompok social, harus menjadi bahan kajian anak didik di sekolah.
Ada tiga perspektif desain kurikulum yang berorientasi pada kehidupan masyarakat, yaitu perspektif status quo (the status quo perspective), perspektif reformis (the reformist perspektive), dan perspektif masa depan (the futurist perspective).
1. Perspektif status quo (the status quo perspective)
Rancangan kurikulum ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya mastyarakat.Dalam perspektif ini kurikulum merupakan perencanaan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat.Yang dijadikan dasar oleh para perancang kurikulum adalah aspek-aspek penting kehidupan masyarakat.
Menurut Bobbit, pendidikan formal harus mendidik anak agar menjadi manusia dewasa dalam masyarakatnya dengan cara mengkaji berbagai aktivitas yang dilakukan oleh orang dewasa, dan itulah yang semestinya menjadi isi kurikulum yang harus diajarkan kepada anak didik.
Berdasarka kajian ilmiah yang dilakukan Bobbit, ia menemukan kegiatan utama dalam kehidupan masyarakat yang disarankan untuk menjadi isi kurikulum sebagai berikut :
a.  Kegiatan berbahasa atau komunikasi social
b.  Kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan
c.  Kegiatan dalam kehidupan social dan berkelompok dengan orang lain
d. Kegiatan menggunakan waktu senggang dan menikmati rekreasi
e.  Usaha mejaga kesegaran jasmani dan rohani
f.   Kegiatan yang berhubungan dengan religious
g.  Kegiatan yang berhubungan dengan peran orang tua seperti membesarkan anak, memelihara kehidupan keluarga yang harmonis
h.  Kegiatan praktis yang bersifat vocasional atau keterampilan tertentu
i.    Melakukan pekerjaan sesuai dengan dengan bakat seseorang
Tiap kegiatan menurut Bobbit dapat dirinci lagi dalam kegiatan-kegiatan yang lebih khusus untuk lebih mengarahkan tujuan dan kegiatan siswa di sekolah. Disamping kegiatan-kegiatan yang harus dikuasai seperti apa yang dilakukan oleh orang dewasa dalam perspective ini juga menyangkut desain kurikulum untuk memberikan keterampilan sebagai persiapan untuk bekerja (profesi). Oleh sebab itu sebelum merancang isi kurikulum, para perancang perlu terlebih dahulu menganalisis kemampuan apa yang harus dimiliki anak didik sehubungan dengan tugas atau profesi tertentu. Dari hasil analisis itu kemudian dirancang isi kurikulum yang diharapkan lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan.
2. Perspektif pembaharuan (the reformist perspective)
Dalam perspektif ini, kurikulum dikembangkan untuk lebih meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum reformis menghendaki peran serta masyarakat secara total dalam proses pendidikan. Pendidikan dalam perspektif  ini harus  berperan untuk mengubah tatanan social masyarakat. Menurut aliran reformis, pendidikan harus mampu mengubah keadaan masyarakat itu. Baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal harus mengabdikan diri demi tercapainya orde social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
3. Perspektif masa depan (the futurist perspective)
Model kurikulum ini lebih mengutamakan pada kepentikan social dari pada kepentingan individu. Setiap individu harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat cepat. Dengan pemahaman tersebut akan memungkinkan setiap individu dapat mengembangkan masyarakatnya sendiri.  Tujuan utama kurikulum dalam perspektif ini adalah mempertemukan siswa dengan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia. Karena berbagai macam krisis yang dialami oleh masyarakat harus menjadi bagian dari isi kurikulum.
Ada 3 kriteria yang harus diperhatikan dalam proses mengimplementasikan kurikulum ini. Ketiganya menurut pembelajaran nyata (real), berdasarkan pada tindakan (action), dan mengandung nilai (values). Ketiga criteria tersebut adalah :
a.    pertama,  siswa harus memfokuskan kepada salah satu aspek yang ada di masyarakat yang dianggapnya perlu untuk diubah.
b.     kedua siswa harus melakukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi masyarakat itu,  dan
c.    ketiga, tindakan siswa harus didasarkan kepada nilai (values), apakah tindakan itu patut dilaksanakn atau tidak , apakah memerlukan kerja individual atau kelompok atau bahkan keduanya.
Dalam mengorganisasi kegiatan belajar siswa disusun berdasarkan tema utama. Selanjutnya tema itu dibahas kedalam beberapa topik yang relevan. Topic itulah yang selanjutnya ditindaklanjuti, dibahas, dan dicari penyelesaiannya melalui latihan-latihan dan kunjungan. Mengenai evaluasi pembelajaran diarahkan kepada kemampuan siswa mengartikulasikan isu atau masalah, mencari pemecahan masalah, mendefinisikan ulang tentang problema, memiliki kemauan untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu. Oleh karena itulah, evaluasi pembelajaran kurikulum rekonstruksi social dilakukan secara terus-menerus pada setiap saat.

DAFTAR  PUSTAKA

Sanjaya, Wina.2011. Kurikulum dan Pembelajaran .Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar